Posted by : Unknown
Selasa, 13 Desember 2016
BAB
I
MAKALAH EKONOMI ISLAM
‘’TEORI
KONSUMSI ”

DISUSUN OLEH :
THIARA PAREZA
NPM : 1521030289
Dosen Pembimbing :
Helma Maraliza, S.E.I, M.E.Sy
INSTITUT
AGAMA ISLAM NEGERI RADEN INTAN LAMPUNG
FAKULTAS
SYARIAH JURUSAN
MUAMALAH
TAHUN
2016
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya panjatkan kehadiran Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta karunia-Nya
kepada saya sehingga saya berhasil menyelesaikan makalah ini, yang
Alhamdulillah tepat pada waktunya berjudul “Teori Konsumsi”.
Makalah ini berisi
tentang pengertian dan penjelasan mengenai Teori Konsumsi. Saya harapkan
makalah ini dapat memberikan informasi kepada kita semua tentang Teori Konsumsi
dalan Ekonomi Islam.
Saya menyadari
bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna, oleh karena itu kritik dan
saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu saya harapkan demi kesempurnaan
makalah saya.
Akhir kata, saya sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah berperan serta dalam
penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir. Semoga Allah SWT senantiasa
meridhoi segala usaha kita semua aamiin.
Bandar Lampung, November 2016
Pemakalah
DAFTAR
ISI
KATA
PENGANTAR..................................................................................... ii
DAFTAR
ISI................................................................................................... iii
BAB
I PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang............................................................................ 1
B.
Rumusan Masalah....................................................................... 2
C.
Tujuan Penulisan......................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN
A.
Pengertian Teori
Konsumsi......................................................... 3
B.
Perinsip Dasar Teori
Konsumsi................................................... 6
C.
Perbedaan Konsumsi
Konvensional dengan Konsumsi Islam.... 9
D.
Tujuan Konsumsi......................................................................... 11
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN
A.
Kesimpulan.................................................................................. 12
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................... 13
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Aktivitas
ekonomi yang paling utama adalah konsumsi.
Setelah
adanya konsumsi dan konsumen baru ada kegiatan lainnya seperti
produksi/produsen, distribusi/ditributor dan lain-lain. Konsumsi dalam ekonomi
Islam adalah Upaya memenuhi kebutuhan baik jasmani maupun rohani sehingga mampu
memaksimalkan fungsi kemanusiaannya sebagai hamba Allah SWT untuk mendapatkan
kesejahteraan atau kebahagiaan di dunia dan akhirat (falah). Dalam
melakukan konsumsi maka prilaku konsumen terutama Muslim selalu dan
harus di dasarkan pada Syariah Islam. Kajian Islam tentang konsumsi
sangat penting, agar seseorang berhati-hati dalam menggunakan kekayaan atau
berbelanja.
Sebagai khalifah bagi dirinya sendiri manusia mempiunyai peranan yang sangat penting dalam pemenuhan kebutuhan untuk mengarungi kehidupan didunia. Demikian pula dalam masalah konsumsi, Islam mengatur bagaimana manusia dapat melakukan kegiatan-kegiatan konsumsi yang membawa manusia berguna bagi kemashlahatan hidupnya. Seluruh aturan Islam mengenai aktivitas konsumsi terdapat dalam al-Qur’an dan as-Sunnah. Perilaku konsumsi yang sesuai dengan ketentuan al-Qur’an dan as-Sunnah ini akan membawa pelakunya mencapai keberkahan dan kesejahteraan hidupnya. Oleh dari itu semua, seorang muslim yang baik haruslah mengerti tentang teori-teori konsumsi menurut islam demi kebahagiaan didunia dan diakhirat, dank arena itulah makalah ini di buat untuk kita sebagai manusia memahami apa itu teori konsumsi.
B.
Rumusan
Masalah
Dari latar belakang diatas maka kami pemakalah menulis rumusan masalah sebagia berikut:
1. Apa
Itu Teori Konsumsi ?
2. Apa
Saja Prinsip Dasar Teori Konsumsi?
3. Apa
Perbedaan Konsumsi Konvensional dengan Konsumsi Islam?
4. Apa
Saja Tujuan Konsumsi?
C.
Tujuan
Penulisan
Bedasarkan
rumusan masalah yang di atas, maka kami pemakalah mempunyai tujuan sebagai berikut:
1. Mengetahui apa
yang di maksud
Teori Konsumsi.
2. Mengetahui Prinsip
Dasar Teori Konsumsi.
3. Mengetahui apa
perbedaan
Konsumsi Konvensional dengan Konsumsi Islam.
4.
Mengetahui Tujuan
Konsumsi.
BAB
II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Teori
Konsumsi
Secara
umum pengertian
Konsumsi adalah,
pemakaian dan penggunaan barang-barang dan jasa. Konsumsi sebenarnya tidak identik
dengan makan dan minum dalam istilah teknis sehari-hari, akan tetapi juga
meliputi pemanfaatan atau pendayagunaan segala sesuatu yang
dibutuhkan manusia. Dalam
Islam Konsumsi
adalah untuk mewujudkan maslahah duniawi dan ukhrawi. Maslahah duniawi ialah
terpenuhinya kebutuhan dasar manusia, seperti makanan, minuman, pakaian,
perumahan, kesehatan, pendidikan (akal). Kemaslahatan akhirat ialah
terlaksananya kewajiban agama seperti shalat dan haji. Artinya manusia makan
dan minum agar bisa beribadah kepada Allah.[1]
Menurut
Islam, anugerah-anugerah Allah adalah milik semua manusia. Suasana yang
menyebabkan sebagian diantara anugerah-anugerah itu berada di tangan
orang-orang tertentu tidak berarti bahwa mereka dapat memanfaatkan
anugerah-anugerah itu untuk mereka sendiri.
Jika manusia telah mendapatkan dan
menikmati sesuatu, maka ia ingin mendapatkan yang satu lainnya. Inilah karakter
manusia materialis yang tidak disetujui Islam. Karakter ini dalam ilmu ekonomi
disebut homo economicus. Konsep ini bertentangan dengan etika ekonomi
Islam. Islam mengajarkan bahwa manusia adalah homo Islamicus, bukan homo
Economicus.
Selanjutnya, yang harus diperhatikan
adalah bahwa produk atau segala sesuatu yang dikonsumsi itu harus halal dan
thayib (baik).
Tuntutan Islam dalam mengkonsumsi makanan dan minuman adalah mencari yang
ma’ruf dan baik. Sebagai anugerah Allah, Dia berikan segalanya kepada manusia,
berupa pakaian, minuman, makanan, perumahan, kendaraan, alat komunikasi, alat
rumah tangga, dan lain-lain. Yang terpenting adalah Allah mengingatkan kita
untuk tidak berbuat boros dan berlebih-lebihan. Termasuk dalam israf dan
berlebih-lebihan adalah aktualisasi watak manusia yang terus ingin menukar dan
mengganti alat yang dikonsumsi, padahal fungsi dan kualitas barang yang lama
masih bagus.
إِنَّ الْمُبَذِّرِينَ كَانُوا إِخْوَانَ الشَّيَاطِينِ ۖ وَكَانَ الشَّيْطَانُ لِرَبِّهِ كَفُورًا
Artinya: “Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara
syaitan dan syaitan itu adalah sangat ingkar kepada Tuhannya”. (Q.S Al-Isra’ : 87).
[2]
Konsumsi dalam ekonomi Islam berarti memenuhi
kebutuhan baik jasmani maupun rohani sehingga mampu memaksimalkan fungsi
kemanusiaannya sebagai hamba Allah SWT untuk mendapatkan kesejahteraan atau kebahagiaan
di dunia dan akhirat (falah). Dalam melaku-kan konsumsi maka prilaku
konsumen terutama Muslim selalu dan harus di dasarkan pada Syariah Islam. Adapun ayat tentang dasar prilaku konsumsi itu antara lain :
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تُحَرِّمُوا طَيِّبَاتِ مَا
أَحَلَّ اللَّهُ لَكُمْ وَلَا تَعْتَدُوا ۚ إِنَّ اللَّهَ لَا يُحِبُّ الْمُعْتَدِينَ
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu haramkan apa-apa
yang baik yang telah Allah halalkan bagi kamu, dan janganlah kamu melampaui batas.
Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas”.
(Q.S Al-Maidah : 87). [3]
وَكُلُوا
مِمَّا رَزَقَكُمُ اللَّهُ حَلَالًا طَيِّبًا ۚ
وَاتَّقُوا اللَّهَ الَّذِي أَنْتُمْ بِهِ مُؤْمِنُونَ
Artinya: “Dan
makanlah makanan yang halal lagi baik dari apa yang Allah telah rezekikan
kepadamu, dan bertakwalah kepada Allah yang kamu beriman kepada-Nya”. (Q.S Al-Maidah : 88). [4]
Berdasarkan
ayat Al Qur’an di atas dapat dijelaskan bahwa yang dikonsumsi itu adalah barang
atau jasa yang halal, bermanfaat, baik, hemat dan tidak berlebih-lebihan
(secukupnya). Tujuan mengkonsumsi dalam Islam adalah untuk
memaksimalkan maslahah, (kebaikan) bukan memaksimalkan kepuasan
(maximum utility) seperti yang ada di
dalam ekonomi konvensional. Utility merupakan kepuasan yang dirasakan
seseorang yang bisa jadi kontradiktif dengan kepentingan orang lain.
Sedang-kan maslahah adalah kebaikan yang dirasakan seseorang bersama
pihak lain.
Dalam memenuhi
kebutuhan, baik itu berupa barang maupun dalam bentuk jasa atau konsumsi,
dalam ekonomi Islam harus menurut syariat Islam. Dalam ekonomi
Islam semua aktivitas manusia yang bertujuan untuk kebaikan merupakan ibadah,
termasuk konsumsi. Karena itu menurut Yusuf Qardhawi, dalam melakukan konsumsi,
maka konsumsi tersebut harus dilakukan pada barang yang halal dan baik dengan
cara berhemat (saving), berinfak (mashlahat) serta
men-jauhi judi, khamar, dan spekulasi. Ini berarti bahwa
prilaku konsumsi yang dilakukan manusia (terutama Muslim) harus menjauhi
kemubadziran dan menghindari hutang. Konsumsi yang halal itu adalah konsumsi
terhadap barang yang halal, dengan proses yang halal dan cara yang halal,
sehingga akan diperoleh man-faat dan berkah.
B.
Prinsip Dasar
Teori Konsumsi
Menurut Abdul Mannan, dalam melakukan konsumsi
terdapat lima prinsip dasar, yaitu:
1.
Prinsip Keadilan
Prinsip ini mengandung
arti ganda mengenai mencari rizki yang halal dan tidak dilarang hukum. Artinya,
sesuatu yang dikonsumsi itu didapatkan secara halal dan tidak bertentangan
dengan hukum.[5]
Tidak
boleh menimbulkan kedzaliman, berada dalam aturan atau hukum agama, serta
menjunjung tinggi kepantasan atau kebaikan. Islam memiliki berbagai ketentuan
tentang benda ekonomi yang boleh dikonsumsi dan yang tidak boleh dikonsumsi.
يَا أَيُّهَا النَّاسُ كُلُوا مِمَّا فِي الْأَرْضِ حَلَالًا طَيِّبًا
وَلَا تَتَّبِعُوا خُطُوَاتِ الشَّيْطَانِ ۚ
إِنَّهُ لَكُمْ عَدُوٌّ مُبِينٌ
Artinya: “Hai
sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi” (Q.S Al-Baqarah : 168).[6]
Keadilan yang dimaksud adalah
mengkonsumsi sesuatu yang halal (tidak haram) dan baik (tidak membahayakan
tubuh). Kelonggaran diberikan bagi orang yang terpaksa, dan bagi orang yang
suatu ketika tidak mempunyai makanan untuk dimakan. Ia boleh memakan
makanan yang terlarang itu sekedar yang dianggap perlu untuk kebutuhannya
ketika itu saja.
2. Prinsip
Kebersihan
Bersih dalam arti sempit adalah bebas
dari kotoran atau penyakit yang dapat merusak fisik dan mental manusia,
misalnya: makanan harus baik dan cocok untuk dimakan, tidak kotor ataupun
menjijikkan sehingga merusak selera. Sementara dalam arti luas adalah bebas
dari segala sesuatu yang diberkahi Allah. Tentu saja benda yang dikonsumsi
memiliki manfaat bukan kemubaziran atau bahkan merusak. “Makanan diberkahi
jika kita mencuci tangan sebelum dan setelah memakannya” (HR Tarmidzi).
Prinsip kebersihan ini bermakna makanan yang dimakan harus baik, tidak kotor
dan menjijikkan sehingga merusak selera. Nabi juga mengajarkan agar tidak
meniup makanan: ”Bila salah seorang dari kalian minum, janganlah meniup ke
dalam gelas” (HR Bukhari).
3. Prinsip Kesederhanaan
Sikap berlebih-lebihan (israf) sangat
dibenci oleh Allah dan merupakan pangkal dari berbagai kerusakan di muka bumi.
Sikap berlebih-lebihan ini mengandung makna melebihi dari kebutuhan yang wajar
dan cenderung memperturutkan hawa nafsu atau sebaliknya terlampau kikir
sehingga justru menyiksa diri sendiri. Islam menghendaki suatu kuantitas dan
kualitas konsumsi yang wajar bagi kebutuhan manusia sehingga tercipta pola
konsumsi yang efesien dan efektif secara individual maupun sosial.
يَا بَنِي آدَمَ خُذُوا زِينَتَكُمْ عِنْدَ كُلِّ مَسْجِدٍ وَكُلُوا
وَاشْرَبُوا وَلَا تُسْرِفُوا ۚ إِنَّهُ لَا يُحِبُّ الْمُسْرِفِينَ
Artinya: “Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah di setiap (memasuki) mesjid, Makan dan minumlah, tapi jangan berlebihan; Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan” (Q.S Al-A’raf : 31). [7]
Arti
penting ayat-ayat ini adalah bahwa kurang makan dapat mempengaruhi jiwa dan
tubuh, demikian pula bila perut diisi dengan berlebih-lebihan tentu akan
berpengaruh pada perut,
itu tidak baik dan tidak di anjurkan dalam islam.
4. Prinsip Kemurahan hati.
Allah dengan kemurahan hati-Nya
menyediakan makanan dan minuman untuk manusia. Maka sifat konsumsi manusia juga
harus dilandasi dengan kemurahan hati. Maksudnya, jika memang masih
banyak orang yang kekurangan makanan dan minuman maka hendaklah kita sisihkan
makanan yang ada pada kita, kemudian kita berikan kepada mereka yang sangat
membutuhkannya.
Dengan mentaati ajaran Islam maka tidak ada bahaya atau dosa ketika mengkonsumsi benda-benda ekonomi yang halal yang disediakan Allah karena kemurahan-Nya. Selama konsumsi ini merupakan upaya pemenuhan kebutuhan yang membawa kemanfaatan bagi kehidupan dan peran manusia untuk meningkatkan ketaqwaan kepada Allah maka Allah elah memberikan anugrah-Nya bagi manusia.
Dengan mentaati ajaran Islam maka tidak ada bahaya atau dosa ketika mengkonsumsi benda-benda ekonomi yang halal yang disediakan Allah karena kemurahan-Nya. Selama konsumsi ini merupakan upaya pemenuhan kebutuhan yang membawa kemanfaatan bagi kehidupan dan peran manusia untuk meningkatkan ketaqwaan kepada Allah maka Allah elah memberikan anugrah-Nya bagi manusia.
5.
Prinsip
Moralitas.
Pada akhirnya konsumsi seorang muslim secara
keseluruhan harus dibingkai oleh moralitas yang dikandung dalam Islam sehingga
tidak semata – mata memenuhi segala kebutuhan.[8]
Allah memberikan makanan dan minuman untuk keberlangsungan hidup umat manusia
agar dapat meningkatkan nilai-nilai moral dan spiritual. Seorang muslim
diajarkan untuk menyebut nama Allah sebelum makan dan menyatakan terimakasih
setelah makan.
C.
Perbedaan
Konsumsi Konvensional dengan Konsumsi Islam
Selanjutnya kita akan membahas mengenai
perbedaan umum antara ekonomi Islam dan Konvensional.[9]
1. Perbedaan Kebutuhan dan Keinginan, Agama
Islam menolak perilaku manusia untuk selalu memenuhi segala keinginanya, karena
pada dasarnya manusia memiliki kecerendungan terhadap keinginan yang baik dan
keinginan yang buruk. Dalam pemahaman teori konvensional
disebutkan yang menjadi penggerak dasar konnsumsi adalah keinginan (want)
sehingga tercapailah kepuasan maksimum. Jika dilihat dari teori tersebut hal
itu berbeda jauh dari teori yang berada dalam perspektif islam. Dalam teori
konsumsi islami disebutkan bahwa yang menjadi penggerak dasar konsumsi adalah motif
pemenuhan kebutuhan, untuk mencapai
manfaat yang maksimum.
2. Ekonomi islam mempunyai pedoman/acuan dalam kegiatan ekonomi yang
bersumber dari wahyu ilahi maupun pemikiran para mujtahid sedangkan ekonomi
konvensional didasarkan kepada pemikir yang didasarkan kepada paradigma pribadi
mereka masing-masing sesuai dengan keinginannya, dalam ekonomi konvensional
menilai bahwa agama termasuk hukum syariah tidak ada hubungannya dengan
kegiatan ekonomi.
3. Dalam ekonomi islam negara berperan sebagai wasit yang adil,
maksudnya pada saat tertentu negara dapat melakukan intervensi dalam
perekonomian dan adakalanya pun tidak diperbolehkan untuk ikut campur,
contohnya pada saat harga-harga naik, apabila harga naik disebabkan karena ada
oknum yang melakukan rekayasa pasar maka pemerintah wajib melakukan intervensi
sedangkan apabila harga naik karena alamiah maka pemerintah tidak boleh ikut
campur dalam menetapkan harga, seperti yang diriwayatkan dalam hadits Nabi
terkait kenaikan harga. Dalam ekonomi konvensional, kapitalis tidak mengakui peran
pemerintah dalam perekonomian, dalam sosialis negara berperan absolut dalam
ekonomi sehingga tidak terdapat keseimbangan antara kedua sistem tersebut.
4. Dalam ekonomi islam mengakui motif mencari keuntungan tetapi dengan
cara-cara yang halal, dalam ekonomi kapitalis mengakui motif mencari keuntungan
tetapi tidak ada batasan tertentu sehingga sangat bebas sesuai yang dilandasi
dengan syahwat spekulasi dan spirit rakus para pelaku ekonomi, dalam ekonomi
kapitalis tidak mengakui motif mencari keuntungan sama sekali
sehingga keduanya tidak dapat berlaku adil dalam ekonomi.
5. Dalam
ekonomi konvensional tidak mengenal sistem zakatnya didalamnya sehingga
cenderung terjadi ketimpangan sosial dalam masyarakat antara orang miskin dan
orang kaya. Sedangkan telah kita ketahui bahwa sudah sejak lama islam
menetapkan kepada umatnya untuk membayar zakat sehingga distribusi pendapatan
merata sedikit demi sedikit dapat diwujudkan. Kita pun dapat membuktikan
keseimbangan pasar apabila sistem zakat diberlakukan, yaitu apabila sistem
zakat diberlakukan, orang kaya pasti akan menyisihkan pendapatannya untuk
membayar zakat, yang menjadi pertanyaan apakah hal tersebut berimplikasi
negative? Jawabannya tidak, karena uang yang disisihkan orang kaya tersebut
menambah pendapatan orang miskin sehingga permintaan barang semakin meningkat.
D.
Tujuan Konsumsi
Tujuan utama
konsumsi seorang muslim adalah sebagai sarana penolong untuk beribadah kepada
Allah. Sesungguhnya mengkonsumsi sesuatu dengan niat untuk meningkatkan stamina
dalam ketaatan pengamdian kepada Allah akan menjadikan konsumsi itu bernilai
ibadah yang dengannya manusia mendapatkan pahala. Sebab hal-hal yang mubah bisa
menjadi ibadah jika disertai niat pendekatan diri (taqarrub) kepada Allah,
seperti: makan, tidur dan bekerja, jika dimaksudkan untuk menambah potensi
dalam mengabdi kepada Ilahi. Dalam ekonomi islam, konsumsi dinilai
sebagai sarana wajib yang seorang muslim tidak bisa mengabaikannya dalam
merealisasikan tujuan yang dikehendaki Allah dalam penciptaan manusia, yaitu
merealisasikan pengabdian sepenuhnya hanya kepada-Nya,
Karena itu tidak aneh, bila islam mewajibkan manusia mengkonsumsi apa yang dapat menghindarkan dari kerusakan dirinya, dan mampu melaksanakan kewajiban-kewajiban yang dibebankan Allah kepadanya. [10]
Karena itu tidak aneh, bila islam mewajibkan manusia mengkonsumsi apa yang dapat menghindarkan dari kerusakan dirinya, dan mampu melaksanakan kewajiban-kewajiban yang dibebankan Allah kepadanya. [10]
Sedangkan,
konsumsi dalam perspektif ekonomi konvensional dinilai sebagai tujuan terbesar
dalam kehidupan dan segala bentuk kegiatan manusia di dalamnya, baik kegiatan
ekonomi maupun bukan. Berdasarkan konsep inilah, maka beredar dalam ekonomi apa
yang disebut dengan teori: “Konsumen adalah raja”. Di mana teori ini
mengatakan bahwa segala keinginan konsumen adalah yang menjadi arah segala
aktifitas perekonomian untuk memenuhi kebutuhan mereka sesuai kadar relatifitas
keinginan tersebut. Bahkan teori tersebut berpendapat bahwa kebahagiaan manusia
tercermin dalam kemampuannya mengkonsumsi apa yang diinginkan.
BAB
III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Dari pembahasan
diatas penulis dapat menyimpulkan bahwa agama islam merupakan agama yang yang
komprehensif tidak hanya mengatur urusan akidah saja namun juga dibidang
syari’ah. Begitu pula masalah konsumsi yang dilakukan kita dalam sehari hari.
konsumsi ekonomi konvensional berbeda sekali dengan konsumsi islami. Konsumsi
islami tidak hanya mengedepankan aspek kepuasan didunia saja tetapi juga
memikirkan kepuasan alam akhirat. Bagi kaum muslimin kehidupan akhirat
merupakan puncak tujuan (goal) dari segala tujuan yang ada didunia ini.
Konsumsi secara umum didefinisikan dengan penggunaan barang dan jasa
untuk memenuhi kebutuhan manusia. Dalam ekonomi
islam konsumsi juga memiliki pengertian yang sama, tapi memiliki perbedaan
dalam setiap yang melingkupinya. Konsumsi dalam
ekonomi Islam berarti memenuhi
kebutuhan baik jasmani maupun rohani sehingga mampu memaksimalkan fungsi
kemanusiaannya sebagai hamba Allah SWT untuk mendapatkan kesejahteraan atau
kebahagiaan di dunia dan akhirat (falah). Dalam melaku-kan konsumsi maka
prilaku konsumen terutama Muslim selalu dan harus di dasarkan pada Syariah
Islam. Perbedaan yang mendasar dengan konsumsi ekonomi konvensional
adalah tujuan pencapaian dari konsumsi itu sendiri, cara pencapaiannya harus
memenuhi kaidah pedoman syariah islamiyyah dan Tujuan utama konsumsi seorang
muslim adalah sebagai sarana untuk beribadah kepada Allah. Dan yang dikonsumsi
itu adalah barang atau jasa yang halal, bermanfaat, baik, hemat dan tidak
berlebih-lebihan (secukupnya). Konsumsi dalam
Islam adalah untuk memaksimalkan maslahah, (kebaikan) bukan
memaksimalkan kepuasan (maximum utility) seperti yang ada di dalam ekonomi
konvensional.
DAFTAR
PUSTAKA
·
Al-Qur’an
·
Chaudhry Muhammad Sharif. 2012. Ekonomi
Islam. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
·
Karim Adiwarman A. 2010. Ekonomi Mikro
Islam. Jakarta: RajaGrafindo Persada
·
Mannan. Ekonomi Islam. 1992. Jakarta:
Intermasa
·
Al Qardhawi, Yusuf. Teori Konsumsi Islam. Jakarta : Gema Insani 1997.
·
http://tafsirq.com/tilawah diakses pada tanggal 23 november 2016
[2] AL-Qur’an dan http://tafsirq.com/tilawah
[3] Ibid
[4] AL-Qur’an dan http://tafsirq.com/tilawah
[5] Karim
Adiwarman A, Ekonomi
Mikro Islam, (Raja Grafindo Persada, Jakarta,2010).
[6] AL-Qur’an dan http://tafsirq.com/tilawah
[7]
AL-Qur’an dan http://tafsirq.com/tilawah
[8]
Mannan, Ekonomi Islam,
(Intermasa, Jakarta 1992).
[9] Al Qardhawi,
Yusuf, Teori
Konsumsi Islam, (Gema
Insani Jakarta 1997).
[10]
Al Qardhawi,
Yusuf, Teori
Konsumsi Islam, (Gema
Insani Jakarta 1997).