Posted by : Unknown Selasa, 13 Desember 2016



BAB I




MAKALAH  EKONOMI ISLAM

‘’TEORI KONSUMSI









DISUSUN OLEH :
THIARA PAREZA
NPM : 1521030289  



Dosen Pembimbing :
Helma Maraliza, S.E.I, M.E.Sy



INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI  RADEN INTAN LAMPUNG
FAKULTAS SYARIAH  JURUSAN MUAMALAH
TAHUN 2016




KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kehadiran Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta karunia-Nya kepada saya sehingga saya berhasil menyelesaikan makalah ini, yang Alhamdulillah tepat pada waktunya berjudul “Teori Konsumsi”.
Makalah ini berisi tentang pengertian dan penjelasan mengenai Teori Konsumsi. Saya harapkan makalah ini dapat memberikan informasi kepada kita semua tentang Teori Konsumsi dalan Ekonomi Islam.
Saya menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna, oleh karena itu kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu saya harapkan demi kesempurnaan makalah saya. 
Akhir kata, saya sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah berperan serta dalam penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir. Semoga Allah SWT senantiasa meridhoi segala usaha kita semua aamiin.


Bandar Lampung, November 2016


Pemakalah





DAFTAR ISI



KATA PENGANTAR..................................................................................... ii
DAFTAR ISI................................................................................................... iii
BAB  I  PENDAHULUAN
A.                Latar Belakang............................................................................ 1

B.                 Rumusan Masalah....................................................................... 2

C.                 Tujuan Penulisan......................................................................... 2

BAB  II   PEMBAHASAN
A.                Pengertian Teori Konsumsi......................................................... 3
B.                 Perinsip Dasar Teori Konsumsi................................................... 6
C.                 Perbedaan Konsumsi Konvensional dengan Konsumsi Islam.... 9
D.                Tujuan Konsumsi......................................................................... 11


BAB  III  KESIMPULAN  DAN  SARAN
A.                Kesimpulan.................................................................................. 12


DAFTAR PUSTAKA...................................................................................... 13
 


PENDAHULUAN






A.    Latar Belakang



Aktivitas ekonomi yang paling utama adalah konsumsi. Setelah adanya konsumsi dan konsumen baru ada kegiatan lainnya seperti produksi/produsen, distribusi/ditributor dan lain-lain. Konsumsi dalam ekonomi Islam adalah Upaya memenuhi kebutuhan baik jasmani maupun rohani sehingga mampu memaksimalkan fungsi kemanusiaannya sebagai hamba Allah SWT untuk mendapatkan kesejahteraan atau kebahagiaan di dunia dan akhirat (falah). Dalam melakukan konsumsi maka prilaku konsumen terutama Muslim selalu dan harus di dasarkan pada Syariah Islam. Kajian Islam tentang konsumsi sangat penting, agar seseorang berhati-hati dalam menggunakan kekayaan atau berbelanja. 

Sebagai khalifah bagi dirinya sendiri manusia mempiunyai peranan yang sangat penting dalam pemenuhan kebutuhan untuk mengarungi kehidupan didunia. Demikian pula dalam masalah konsumsi, Islam mengatur bagaimana manusia dapat melakukan kegiatan-kegiatan konsumsi yang membawa manusia berguna bagi kemashlahatan hidupnya. Seluruh aturan Islam mengenai aktivitas konsumsi terdapat dalam al-Qur’an dan as-Sunnah. Perilaku konsumsi yang sesuai dengan ketentuan al-Qur’an dan as-Sunnah ini akan membawa pelakunya mencapai keberkahan dan kesejahteraan hidupnya. Oleh dari itu semua, seorang muslim yang baik haruslah mengerti tentang teori-teori konsumsi menurut islam demi kebahagiaan didunia dan diakhirat, dank arena itulah makalah ini di buat untuk kita sebagai manusia memahami apa itu teori konsumsi.




B.     Rumusan Masalah



Dari latar belakang diatas maka kami pemakalah menulis rumusan masalah sebagia berikut:

1.      Apa Itu Teori Konsumsi ?

2.      Apa Saja Prinsip Dasar Teori Konsumsi?

3.      Apa Perbedaan Konsumsi Konvensional dengan Konsumsi Islam?

4.      Apa Saja Tujuan Konsumsi?







C.    Tujuan Penulisan



Bedasarkan rumusan masalah yang di atas, maka kami pemakalah mempunyai tujuan sebagai berikut:



1.      Mengetahui apa yang di maksud Teori Konsumsi.

2.      Mengetahui Prinsip Dasar Teori Konsumsi.

3.      Mengetahui apa perbedaan Konsumsi Konvensional dengan Konsumsi Islam.

4.      Mengetahui Tujuan Konsumsi.

















BAB  II

PEMBAHASAN





A.    Pengertian Teori Konsumsi



Secara umum pengertian Konsumsi adalah, pemakaian dan penggunaan barang-barang  dan jasa. Konsumsi sebenarnya tidak identik dengan makan dan minum dalam istilah teknis sehari-hari, akan tetapi juga meliputi pemanfaatan atau pendayagunaan segala sesuatu yang dibutuhkan manusia. Dalam Islam Konsumsi adalah untuk mewujudkan maslahah duniawi dan ukhrawi. Maslahah duniawi ialah terpenuhinya kebutuhan dasar manusia, seperti makanan, minuman, pakaian, perumahan, kesehatan, pendidikan (akal). Kemaslahatan akhirat ialah terlaksananya kewajiban agama seperti shalat dan haji. Artinya manusia makan dan minum agar  bisa beribadah kepada Allah.[1]

     Menurut Islam, anugerah-anugerah Allah adalah milik semua manusia. Suasana yang menyebabkan sebagian diantara anugerah-anugerah itu berada di tangan orang-orang tertentu tidak berarti bahwa mereka dapat memanfaatkan anugerah-anugerah itu untuk mereka sendiri.

Jika manusia telah mendapatkan dan menikmati sesuatu, maka ia ingin mendapatkan yang satu lainnya. Inilah karakter manusia materialis yang tidak disetujui Islam. Karakter ini dalam ilmu ekonomi disebut homo economicus. Konsep ini bertentangan dengan etika ekonomi Islam. Islam mengajarkan bahwa manusia adalah homo Islamicus, bukan homo Economicus.  

       

Selanjutnya, yang harus diperhatikan adalah bahwa produk atau segala sesuatu yang dikonsumsi itu harus halal dan thayib (baik). Tuntutan Islam dalam mengkonsumsi makanan dan minuman adalah mencari yang ma’ruf dan baik. Sebagai anugerah Allah, Dia berikan segalanya kepada manusia, berupa pakaian, minuman, makanan, perumahan, kendaraan, alat komunikasi, alat rumah tangga, dan lain-lain. Yang terpenting adalah Allah mengingatkan kita untuk tidak berbuat boros dan berlebih-lebihan. Termasuk dalam israf dan berlebih-lebihan adalah aktualisasi watak manusia yang terus ingin menukar dan mengganti alat yang dikonsumsi, padahal fungsi dan kualitas barang yang lama masih bagus.

إِنَّ الْمُبَذِّرِينَ كَانُوا إِخْوَانَ الشَّيَاطِينِ ۖ وَكَانَ الشَّيْطَانُ لِرَبِّهِ كَفُورًا

Artinya: Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara syaitan dan syaitan itu adalah sangat ingkar kepada Tuhannya. (Q.S Al-Isra’ : 87). [2]

Konsumsi dalam ekonomi Islam berarti memenuhi kebutuhan baik jasmani maupun rohani sehingga mampu memaksimalkan fungsi kemanusiaannya sebagai hamba Allah SWT untuk mendapatkan kesejahteraan atau kebahagiaan di dunia dan akhirat (falah). Dalam melaku-kan konsumsi maka prilaku konsumen terutama Muslim selalu dan harus di dasarkan pada Syariah Islam. Adapun ayat tentang dasar prilaku konsumsi itu antara lain :

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تُحَرِّمُوا طَيِّبَاتِ مَا أَحَلَّ اللَّهُ لَكُمْ وَلَا تَعْتَدُوا ۚ إِنَّ اللَّهَ لَا يُحِبُّ الْمُعْتَدِينَ

Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu haramkan apa-apa yang baik yang telah Allah halalkan bagi kamu, dan janganlah kamu melampaui batas. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas.

(Q.S Al-Maidah : 87). [3]



وَكُلُوا مِمَّا رَزَقَكُمُ اللَّهُ حَلَالًا طَيِّبًا ۚ وَاتَّقُوا اللَّهَ الَّذِي أَنْتُمْ بِهِ مُؤْمِنُونَ

Artinya: “Dan makanlah makanan yang halal lagi baik dari apa yang Allah telah rezekikan kepadamu, dan bertakwalah kepada Allah yang kamu beriman kepada-Nya”. (Q.S Al-Maidah : 88). [4]

Berdasarkan ayat Al Qur’an di atas dapat dijelaskan bahwa yang dikonsumsi itu adalah barang atau jasa yang halal, bermanfaat, baik, hemat dan tidak berlebih-lebihan (secukupnya). Tujuan mengkonsumsi dalam Islam adalah untuk memaksimalkan maslahah, (kebaikan) bukan memaksimalkan kepuasan (maximum utility) seperti yang ada di dalam ekonomi konvensional. Utility merupakan kepuasan yang dirasakan seseorang yang bisa jadi kontradiktif dengan kepentingan orang lain. Sedang-kan maslahah adalah kebaikan yang dirasakan seseorang bersama pihak lain.

Dalam memenuhi kebutuhan, baik itu berupa barang maupun dalam bentuk jasa  atau konsumsi, dalam ekonomi Islam harus menurut syariat Islam. Dalam ekonomi Islam semua aktivitas manusia yang bertujuan untuk kebaikan merupakan ibadah, termasuk konsumsi. Karena itu menurut Yusuf Qardhawi, dalam melakukan konsumsi, maka konsumsi tersebut harus dilakukan pada barang yang halal dan baik dengan cara berhemat (saving), berinfak (mashlahat) serta men-jauhi judi, khamar, dan spekulasi. Ini berarti bahwa prilaku konsumsi yang dilakukan manusia (terutama Muslim) harus menjauhi kemubadziran dan menghindari hutang. Konsumsi yang halal itu adalah konsumsi terhadap barang yang halal, dengan proses yang halal dan cara yang halal, sehingga akan diperoleh man-faat dan berkah.











B.      Prinsip Dasar Teori Konsumsi

Menurut Abdul Mannan, dalam melakukan konsumsi terdapat lima prinsip dasar, yaitu: 

1. Prinsip Keadilan

Prinsip ini mengandung arti ganda mengenai mencari rizki yang halal dan tidak dilarang hukum. Artinya, sesuatu yang dikonsumsi itu didapatkan secara halal dan tidak bertentangan dengan hukum.[5] Tidak boleh menimbulkan kedzaliman, berada dalam aturan atau hukum agama, serta menjunjung tinggi kepantasan atau kebaikan. Islam memiliki berbagai ketentuan tentang benda ekonomi yang boleh dikonsumsi dan yang tidak boleh dikonsumsi.

يَا أَيُّهَا النَّاسُ كُلُوا مِمَّا فِي الْأَرْضِ حَلَالًا طَيِّبًا وَلَا تَتَّبِعُوا خُطُوَاتِ الشَّيْطَانِ ۚ إِنَّهُ لَكُمْ عَدُوٌّ مُبِينٌ

Artinya: “Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi” (Q.S  Al-Baqarah : 168).[6]

Keadilan yang dimaksud adalah mengkonsumsi sesuatu yang halal (tidak haram) dan baik (tidak membahayakan tubuh). Kelonggaran diberikan bagi orang yang terpaksa, dan bagi orang yang suatu ketika tidak mempunyai makanan untuk dimakan.  Ia boleh memakan makanan yang terlarang itu sekedar yang dianggap perlu untuk kebutuhannya ketika itu saja.






2. Prinsip Kebersihan

Bersih dalam arti sempit adalah bebas dari kotoran atau penyakit yang dapat merusak fisik dan mental manusia, misalnya: makanan harus baik dan cocok untuk dimakan, tidak kotor ataupun menjijikkan sehingga merusak selera. Sementara dalam arti luas adalah bebas dari segala sesuatu yang diberkahi Allah. Tentu saja benda yang dikonsumsi memiliki manfaat bukan kemubaziran atau bahkan merusak. “Makanan diberkahi jika kita mencuci tangan sebelum dan setelah memakannya” (HR Tarmidzi).  Prinsip kebersihan ini bermakna makanan yang dimakan harus baik, tidak kotor dan menjijikkan sehingga merusak selera.  Nabi juga mengajarkan agar tidak meniup makanan: ”Bila salah seorang dari kalian minum, janganlah meniup ke dalam gelas” (HR Bukhari).


3. Prinsip Kesederhanaan

Sikap berlebih-lebihan (israf) sangat dibenci oleh Allah dan merupakan pangkal dari berbagai kerusakan di muka bumi. Sikap berlebih-lebihan ini mengandung makna melebihi dari kebutuhan yang wajar dan cenderung memperturutkan hawa nafsu atau sebaliknya terlampau kikir sehingga justru menyiksa diri sendiri. Islam menghendaki suatu kuantitas dan kualitas konsumsi yang wajar bagi kebutuhan manusia sehingga tercipta pola konsumsi yang efesien dan efektif secara individual maupun sosial.











يَا بَنِي آدَمَ خُذُوا زِينَتَكُمْ عِنْدَ كُلِّ مَسْجِدٍ وَكُلُوا وَاشْرَبُوا وَلَا تُسْرِفُوا ۚ إِنَّهُ لَا يُحِبُّ الْمُسْرِفِينَ


Artinya:
Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah di setiap (memasuki) mesjid, Makan dan minumlah, tapi jangan berlebihan; Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan” (Q.S Al-A’raf : 31). [7]

Arti penting ayat-ayat ini adalah bahwa kurang makan dapat mempengaruhi jiwa dan tubuh, demikian pula bila perut diisi dengan berlebih-lebihan tentu akan berpengaruh pada perut, itu tidak baik dan tidak di anjurkan dalam islam.



4. Prinsip Kemurahan hati.

Allah dengan kemurahan hati-Nya menyediakan makanan dan minuman untuk manusia. Maka sifat konsumsi manusia juga harus dilandasi dengan kemurahan hati.  Maksudnya, jika memang masih banyak orang yang kekurangan makanan dan minuman maka hendaklah kita sisihkan makanan yang ada pada kita, kemudian kita berikan kepada mereka yang sangat membutuhkannya.
Dengan mentaati ajaran Islam maka tidak ada bahaya atau dosa ketika mengkonsumsi benda-benda ekonomi yang halal yang disediakan Allah karena kemurahan-Nya. Selama konsumsi ini merupakan upaya pemenuhan kebutuhan yang membawa kemanfaatan bagi kehidupan dan peran manusia untuk meningkatkan ketaqwaan kepada Allah maka Allah elah memberikan anugrah-Nya bagi manusia. 





5.   Prinsip Moralitas.



Pada akhirnya konsumsi seorang muslim secara keseluruhan harus dibingkai oleh moralitas yang dikandung dalam Islam sehingga tidak semata – mata memenuhi segala kebutuhan.[8] Allah memberikan makanan dan minuman untuk keberlangsungan hidup umat manusia agar dapat meningkatkan nilai-nilai moral dan spiritual.  Seorang muslim diajarkan untuk menyebut nama Allah sebelum makan dan menyatakan terimakasih setelah makan. 



C.    Perbedaan Konsumsi Konvensional dengan Konsumsi Islam

Selanjutnya kita akan membahas mengenai perbedaan umum antara ekonomi Islam dan Konvensional.[9]

1.      Perbedaan Kebutuhan dan Keinginan, Agama Islam menolak perilaku manusia untuk selalu memenuhi segala keinginanya, karena pada dasarnya manusia memiliki kecerendungan terhadap keinginan yang baik dan keinginan yang buruk. Dalam pemahaman teori konvensional disebutkan yang menjadi penggerak dasar konnsumsi adalah keinginan (want) sehingga tercapailah kepuasan maksimum. Jika dilihat dari teori tersebut hal itu berbeda jauh dari teori yang berada dalam perspektif islam. Dalam teori konsumsi islami disebutkan bahwa yang menjadi penggerak dasar konsumsi adalah motif pemenuhan kebutuhan,  untuk mencapai manfaat yang maksimum.



2.      Ekonomi islam mempunyai pedoman/acuan dalam kegiatan ekonomi yang bersumber dari wahyu ilahi maupun pemikiran para mujtahid sedangkan ekonomi konvensional didasarkan kepada pemikir yang didasarkan kepada paradigma pribadi mereka masing-masing sesuai dengan keinginannya, dalam ekonomi konvensional menilai bahwa agama termasuk hukum syariah tidak ada hubungannya dengan kegiatan ekonomi.



3.      Dalam ekonomi islam negara berperan sebagai wasit yang adil, maksudnya pada saat tertentu negara dapat melakukan intervensi dalam perekonomian dan adakalanya pun tidak diperbolehkan untuk ikut campur, contohnya pada saat harga-harga naik, apabila harga naik disebabkan karena ada oknum yang melakukan rekayasa pasar maka pemerintah wajib melakukan intervensi sedangkan apabila harga naik karena alamiah maka pemerintah tidak boleh ikut campur dalam menetapkan harga, seperti yang diriwayatkan dalam hadits Nabi terkait kenaikan harga. Dalam ekonomi konvensional, kapitalis tidak mengakui peran pemerintah dalam perekonomian, dalam sosialis negara berperan absolut dalam ekonomi sehingga tidak terdapat keseimbangan antara kedua sistem tersebut.



4.      Dalam ekonomi islam mengakui motif mencari keuntungan tetapi dengan cara-cara yang halal, dalam ekonomi kapitalis mengakui motif mencari keuntungan tetapi tidak ada batasan tertentu sehingga sangat bebas sesuai yang dilandasi dengan syahwat spekulasi dan spirit rakus para pelaku ekonomi, dalam ekonomi kapitalis tidak mengakui motif mencari  keuntungan sama sekali sehingga keduanya tidak dapat berlaku adil dalam ekonomi.



5.      Dalam ekonomi konvensional tidak mengenal sistem zakatnya didalamnya sehingga cenderung terjadi ketimpangan sosial dalam masyarakat antara orang miskin dan orang kaya. Sedangkan telah kita ketahui bahwa sudah sejak lama islam menetapkan kepada umatnya untuk membayar zakat sehingga distribusi pendapatan merata sedikit demi sedikit dapat diwujudkan. Kita pun dapat membuktikan keseimbangan pasar apabila sistem zakat diberlakukan, yaitu apabila sistem zakat diberlakukan, orang kaya pasti akan menyisihkan pendapatannya untuk membayar zakat, yang menjadi pertanyaan apakah hal tersebut berimplikasi negative? Jawabannya tidak, karena uang yang disisihkan orang kaya tersebut menambah pendapatan orang miskin sehingga permintaan barang semakin meningkat.



D.    Tujuan  Konsumsi



Tujuan utama konsumsi seorang muslim adalah sebagai sarana penolong untuk beribadah kepada Allah. Sesungguhnya mengkonsumsi sesuatu dengan niat untuk meningkatkan stamina dalam ketaatan pengamdian kepada Allah akan menjadikan konsumsi itu bernilai ibadah yang dengannya manusia mendapatkan pahala. Sebab hal-hal yang mubah bisa menjadi ibadah jika disertai niat pendekatan diri (taqarrub) kepada Allah, seperti: makan, tidur dan bekerja, jika dimaksudkan untuk menambah potensi dalam mengabdi kepada Ilahi.  Dalam ekonomi islam, konsumsi dinilai sebagai sarana wajib yang seorang muslim tidak bisa mengabaikannya dalam merealisasikan tujuan yang dikehendaki Allah dalam penciptaan manusia, yaitu merealisasikan pengabdian sepenuhnya hanya kepada-Nya,
Karena itu tidak aneh, bila islam mewajibkan manusia mengkonsumsi apa yang dapat menghindarkan dari kerusakan dirinya, dan mampu melaksanakan kewajiban-kewajiban yang dibebankan Allah kepadanya. 
[10]

Sedangkan, konsumsi dalam perspektif ekonomi konvensional dinilai sebagai tujuan terbesar dalam kehidupan dan segala bentuk kegiatan manusia di dalamnya, baik kegiatan ekonomi maupun bukan. Berdasarkan konsep inilah, maka beredar dalam ekonomi apa yang disebut dengan teori: “Konsumen adalah raja”. Di mana teori ini mengatakan bahwa segala keinginan konsumen adalah yang menjadi arah segala aktifitas perekonomian untuk memenuhi kebutuhan mereka sesuai kadar relatifitas keinginan tersebut. Bahkan teori tersebut berpendapat bahwa kebahagiaan manusia tercermin dalam kemampuannya mengkonsumsi apa yang diinginkan.









BAB  III

PENUTUP



A.    Kesimpulan



Dari pembahasan diatas penulis dapat menyimpulkan bahwa agama islam merupakan agama yang yang komprehensif tidak hanya mengatur urusan akidah saja namun juga dibidang syari’ah. Begitu pula masalah konsumsi yang dilakukan kita dalam sehari hari. konsumsi ekonomi konvensional berbeda sekali dengan konsumsi islami. Konsumsi islami tidak hanya mengedepankan aspek kepuasan didunia saja tetapi juga memikirkan kepuasan alam akhirat. Bagi kaum muslimin kehidupan akhirat merupakan puncak tujuan (goal) dari segala tujuan yang ada didunia ini.

Konsumsi secara umum didefinisikan dengan penggunaan barang dan jasa untuk memenuhi kebutuhan manusia. Dalam ekonomi islam konsumsi juga memiliki pengertian yang sama, tapi memiliki perbedaan dalam setiap yang melingkupinya.  Konsumsi dalam ekonomi Islam berarti memenuhi kebutuhan baik jasmani maupun rohani sehingga mampu memaksimalkan fungsi kemanusiaannya sebagai hamba Allah SWT untuk mendapatkan kesejahteraan atau kebahagiaan di dunia dan akhirat (falah). Dalam melaku-kan konsumsi maka prilaku konsumen terutama Muslim selalu dan harus di dasarkan pada Syariah Islam. Perbedaan yang mendasar dengan konsumsi ekonomi konvensional adalah tujuan pencapaian dari konsumsi itu sendiri, cara pencapaiannya harus memenuhi kaidah pedoman syariah islamiyyah dan Tujuan utama konsumsi seorang muslim adalah sebagai sarana untuk beribadah kepada Allah. Dan yang dikonsumsi itu adalah barang atau jasa yang halal, bermanfaat, baik, hemat dan tidak berlebih-lebihan (secukupnya). Konsumsi dalam Islam adalah untuk memaksimalkan maslahah, (kebaikan) bukan memaksimalkan kepuasan (maximum utility) seperti yang ada di dalam ekonomi konvensional. 













DAFTAR PUSTAKA









·         Al-Qur’an

·         Chaudhry Muhammad Sharif. 2012.  Ekonomi Islam. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

·         Karim Adiwarman A. 2010. Ekonomi Mikro Islam. Jakarta: RajaGrafindo Persada

·         Mannan. Ekonomi Islam. 1992. Jakarta: Intermasa

·         Al Qardhawi, Yusuf. Teori Konsumsi Islam. Jakarta : Gema Insani 1997.

·         http://tafsirq.com/tilawah diakses pada tanggal 23 november 2016





[1] Chaudhry Muhammad Sharif,  Ekonomi Islam. (Kencana Prenada Media Group, Jakarta, 2012).




[3] Ibid


[5]  Karim Adiwarman A, Ekonomi Mikro Islam, (Raja Grafindo Persada, Jakarta,2010).



[8] Mannan, Ekonomi Islam,  (Intermasa, Jakarta 1992).

[9] Al Qardhawi, Yusuf,  Teori Konsumsi Islam, (Gema Insani Jakarta 1997).


[10] Al Qardhawi, Yusuf,  Teori Konsumsi Islam, (Gema Insani Jakarta 1997).

Leave a Reply

Subscribe to Posts | Subscribe to Comments

- Copyright © 2025 Thiara Pareza - Blogger Templates - Powered by Blogger - Designed by Johanes Djogan -